CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Minggu, 13 November 2011

KADO DI TAHUN KE-19


Hari ini, tepat pada hari Senin, 6 Desember 2010, umurku genap 19 tahun. Ada perasaan senang, tapi juga sedih yang terbesit dalam benakku. Ini adalah hari jadiku. “Siapa ya yang mau ngasi kado buatku ?”
Ku tatap awan putih dari balik jendela kaca Damri. Ada pesawat yang melintas. Sejenak harapan itu muncul, “Dia datang”. Ah, tidak mungkin! Cepat-cepat ku tepis harapan itu. Dia tak akan datang lagi, apalagi untuk membawakan kado jauh-jauh dari Ibu kota. Rasanya tidak mungkin, sejak dia memutuskan tuk melanjutkan pendidikan di Jakarta 2 tahun lalu, dia sama sekali tak pernah kirim kabar. Jujur, sebenarnya aku rindu. “Apakah dia juga rindu padaku ?”
“Budidarma….!!!” Teriak kondektur Damri yang tentu saja membuatku sadar dari lamunanku.
Segera aku turun tepat di depan gerbang STMIK Budidarma, kampus yang telah menjadi pilihanku hampir 3 tahun ini.
            Lantai 4 gedung C. Aku kaget ketika ku buka pintu ruangan dan semua teman-teman juga dosen sudah berada di dalam.
            “Maaf, pak. Saya terlambat. Boleh saya masuk, pak ?”
            “Mengapa kamu terlambat ?”
            “Saya…..” aku bingung memikirkan alasan yang tepat.
            “Oke. Silahkan masuk gelombang kedua setelah mereka.”
            “Tapi, pak….”                            
            “Silahkan.” Sambil menunjuk kearah pintu.
Tanpa tunggu lama aku keluar dari ruangan. Rasanya aku ingin menangis. Belum pernah ada sejarahnya aku di usir dari ruangan karena terlambat. Ku lirik jam di handphone. Pukul 08.20. karena tak yakin dengan pengllihatanku, aku melihatnya sekali lagi. Ternyata benar, masih pukul 08.20. Ini artinya aku tidak terlambat ketika aku tiba di ruangan.
            Ku ketuk pintu ruangan yang sebenarnya tidak tertutup. Dengan gemetar, aku mencoba menjelaskan kepada dosen dan teman-teman bahwa aku tidak terlambat.
            “Ya, kamu memang tidak terlambat.” Kata dosen dengan tawa yang tertahan. Beberapa saat kemudian menyusul gelak tawa teman-teman. “Sebenarnya apa yang terjadi ?” Aku semakin bingung.
            “Selamat ulang tahun.”
Ucapan yang barusan aku dengar tadi membuatku semakin tak sanggup menahan airmata. Bukan karena sedih, tapi ku terharu. Mereka ingat bahwa hari ini aku ulang tahun. Dan mereka sengaja bersekongkol untuk merencanakan hal ini.
***
            Pukul 13.30 aku sampai di rumah. Ku gantungkan tas dan jas almamater di kamar. Hari ini cukup melelahkan. Ku sandarkan punggungku di kursi kayu peninggalan almarhum kakek. Santai. Diterpa angin yang menyusup lewat jendela nako.
            “Ganti baju dulu, setelah itu makan. Ummi sudah siapkan makanan kesukaanmu.” Lembutnya suara ummi membuatku cepat membuka mata yang hampir saja terpejam.
            “Ummi masak apa ?”
            “Lihat saja sendiri di lemari.”
Aku berlari ke dapur, membuka lemari, dan……… betapa senangnya aku ketika ku lihat ada serantang sartika (sambal teri kacang tanah), semangkuk tumis kucai + tahu, nasi, dan satu lagi yang menjadi pelengkap, segelas jus alpukat. Wow!! Mantap. Terima kasih, Ummi…..
            Selesai makan, aku istirahat sejenak sebelum mulai beraktivitas kembali. Ku sempatkan memejamkan mata 30 menit, mengumpulkan energi untuk bertemu dengan anak-anak didik.
***
            Waktu yang tersisa tinggal 4 jam lagi sebelum tanggal 6 berganti. Meski seharusnya tak mungkin lagi dia datang, tapi ntah mengapa harapan itu masih bersarang dalam hatiku. Tak tahu dari mana keyakinan itu muncul, tapi aku memang benar-benar yakin bahwa dia pasti datang untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Dia adik kelas ku di SMA yang telah ku anggap seperti adikku sendiri, hingga detik ini, rasa itu tidak berubah meskipun dia tak lagi ada kabar.
            Kulirik jam di dinding kamar. “Pukul 10.00”, desisku. Aku menghela nafas panjang, membuang segala uneg-uneg yang berkelebat dalam benakku. Siap untuk tidur.
            Di tengah do’a tidurku, ku dengar handphone ku  bergetar 2 kali. Ada pesan masuk. “Dari siapa ?” tanyaku penasaran. Jantungku mendadak berdebar lebih kencang, dan semakin ku mencoba untuk membuka sms itu, semakin kencang juga detak jantungku.
Assalamu’alaikum…
kakak, dah tidur ya ?
Maaf ya kak, adek baru bisa sms kakak.
adek baru aja nyampek rumah..
besok kita ketemu di depan SMA jam 10 ya, kak..
            Itu sms yang baru saja ku baca. Ternyata dari dia yang sejak tadi ku tunggu kehadirannya. Aku terlelap. Hingga malam menjelma menjadi fajar.
***
            Aku bergegas menyelesaikan semua pekerjaan karena aku tak sabar tuk menemuinya hari ini. “Kado apa yang akan dia berikan ya ?”. Agh, aku jadi penasaran.
Pukul 10 teng aku telah duduk manis di warung tepat di depan sekolah kami dulu. Mataku terus berkeliaran mencari sesosok yang lama tak bertemu. Sosok lelaki tegap, berambut ikal, dengan kacamata di wajahnya.
Hampir 15 menit aku menunggunya. Dia tak juga muncul seperti yang dia janjikan semalam. Aku gelisah, 2 gelas air mineral dan sepotong roti telah habis. 20 menit, ku putuskan untuk kembali pulang.
            “Kak Mimi ? Maaf kak, aku terlambat”
Ku palingkan wajahku untuk melihat sosok yang baru saja berbicara itu. Ya, aku kenal. Dan sangat mengenalnya. Dia Fahmi, adik angkat ku di SMA.
            “Tidak apa-apa. Duduklah.” Aku dan Fahmi kembali duduk di warung itu.
            “Dengan siapa kemari ? Sendiri ?”
            “Iya, kak. Aku kemari hanya ingin memberikan ini untuk kakak.” Dia menyodorkan kotak yang terbungkus kertas warna dengan rapi.
            “Apa ini ?”
            “Kado buat kakak.”
            “Jadi kamu kemari hanya ingin memberikan ini untuk kakak ?”
Dia tidak menjawab apa-apa. Hanya tersenyum. Dan suasana menjadi hening sesaat. Dia sibuk dengan hp-nya, sedangkan aku masih tidak percaya bahwa dia, adikku, datang dari Jakarta hanya untuk memberikan kotak ini untukku.
            “Kak, aku gak bisa lama-lama karena aku harus kembali ke Jakarta.”
            “Maaf, kak. Aku harus pergi sekarang. Kalau ada waktu aku akan segera pulang.” Dia merapikan pakaiannya, dan bergegas pergi sebelum aku sempat berkata apapun.
***
Kotak berbungkus kertas warna hijau itu sungguh membuatku penasaran. Aku membukanya dengan hati-hati. Deg-deg-an sudah pasti menjadi temanku saat itu.
Sebuah buku kecil adalah penghuninya. Ku baca tulisan yang tertera di sampulnya. Ternyata ini adalah kumpulan cerpen dia dan teman-temannya. Cetakan pertama, mereka berhasil menciptakan sebuah novel. Dia memang hebat. Dialah yang pertama kali mengajari dan mengajakku mengirimkan puisi ke media. Aku juga berhasil, tapi pastinya karyaku tidak sehebat dengan karyanya.
Aku teringat dengan sampah-sampah bungkus kotak tadi. Aku lupa membuangnya. Ku pungut kembali sampah-sampah itu, dan…. Ups! Ada secarik kertas yang terjatuh. Cepat-cepat aku meraihnya dan ku simpan di sebalik buku. Setelah selesai semuanya, sebelum tidur, ku sempatkan tuk membuka isi surat tersebut. Perlahan, kata demi kata telah ku baca.
Kecewa, sedih, dan menyesal, semua telah bersemayam di hatiku. Aku tak menyangka semua ini akan terjadi. Ternyata, dia kemari bukan sebagai adik angkatku yang dulu, melainkan sebagai teman yang mengharapkan perasaan yang lebih. Aku menyesal. Ini semua pasti berawal dari waktu itu. Waktu dimana kami sama-sama dalam sebuah organisasi di sekolah yang mentradisikan senior harus memiliki junior sebagai adik angkatnya. “Astaghfirullahal’azhiim…”

Fahmi adikku…
Maafkan kakak yang telah memulai cerita ini.
Kakak tak menyangka kalau ini akan terjadi. Maafkan kakak, ini semua adalah kesalahan kakak yang tak mampu membuat adik faham dengan semuanya.
Adikku…
Bukan kakak bermaksud tuk menyakiti perasaan adik, apalagi mempermainkannya. Kakak hanya ingin kita kembali pada keadaan awal. Meskipun mungkin sulit bagi adik tuk melakukannya, tapi kakak yakin kita bisa.
Sabarlah adikku...
Jika Dia benar-benar menginginkan kita untuk bersama, kita pasti di pertemukan kembali di jalan-Nya. Yakinlah, bahwa jodoh kita telah di tetapkan jauh sebelum kita mengenalnya.
Maafkan aku…
Air mata ini terus mengalir bersama rasa sesal yang sia-sia. Hingga fajar menyingsing, aku belum juga memejamkan mata.
SELESAI